Sebagai manusia sosial, kita memiliki naluri untuk saling berkomunikasi dengan orang lain. Kita tidak bisa hidup tanpa adanya komunikasi de...

BAB 8 ETIKA DALAM ORGANISASI DAN PROFESI

 Sebagai manusia sosial, kita memiliki naluri untuk saling berkomunikasi dengan orang lain. Kita tidak bisa hidup tanpa adanya komunikasi dengan manusia lainnya. Dengan komunikasi ini, kita biasa hidup berkelompok dan terorganisir. Gambar apel di atas merupakan salah satu bentuk komunikasi yang terkordinir. Dalam organisasi atau pun profesi, apel ini digunakan untuk melatih satu komando perintah. Latihan tersebut secara tidak langsung akan menanamkan sikap amanah dalam berorganisasi dan profesi.

Dalam bab ini, penjelasan tentang organisasi dan profesi akan dibahas. Mulai dari arti umum organisasi dan profesi hingga etika di dalamnya. Adapun beberapa peristiwa yang akan berkaitan akan dijelaskan pula. Oleh karena itu, simaklah dengan baik materi yang telah tersedia.

A. Pengertian dan Etika Organisasi

1. Pengertian Organisasi

Secara bahasa organisasi berasal dari bahasa Yunani organon yang berarti alat bantu atau instrumen. Apabila dilihat dari asal katanya, organisasi berarti alat bantu yang sengaja didirikan atau diciptakan untuk membantu manusia memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan-tujuannya. Secara istilah organisasi adalah sistem sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan aturan yang telah dibuat dan disepakati bersama untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi memiliki beberapa unsur yaitu, 

1) Tujuan suatu organisasi ialah untuk menghasilkan barang dan pelayanan. Organisasi non profit, sebagai contoh: menghasilkan pelayanan dengan keuntungan masyarakat, seperti pemeliharaan kesehatan, pendidikan, proses keadilan, dan pemeliharaan jalan. Bisnis menghasilkan barang konsumsi dan pelayanan seperti mobil, perumahan, dan wahana rekreasi. 

2) Pembagian kerja adalah sebuah proses melaksanakan pekerjaan ke dalam suatu komponen kecil yang melayani tujuan organisasi dan untuk dilakukan oleh individu atau kelompok. Pembagian kerja ini berlangsung untuk memobilisasi organisasi dalam pekerjaan banyak orang untuk mencapai tujuan umum dari organisasi. 

3) Hirarki kewenangan adalah hak untuk bertindak dan memerintah pribadi orang lain. Hal itu menunjukkan terkoordinirnya sebuah organisasi untuk menjamin hasil pekerjaan mencapai tujuan organisasi.

 4) Sumber daya. Di sini sumber daya yang dimaksudkan adalah kumpulan orang yang beraktivitas untuk mencapai tujuan organisasi.

Dalam memenuhi tujuan organisasi diperlukan efektivitas dalam organisasi. Efektifitas organisasi ini dapat terwujudkan dengan baiknya efektifitas individu dan kelompok. 

Pertama, efektifitas individu tergantung dari perilakunya terhadap kelompok. Perilaku di sini merupakan suatu fungsi dari integrasi antara individu dengan lingkungannya. Jadi setiap individu berperilaku ketika ada rangsangan dan memiliki sasaran tertentu dan setiap individu memiliki perbedaan dalam berperilaku sesuai dengan kemampuan, pengetahuan, sikap, motivasi, dan tekanan yang ada pada individu. Semakin positif kemampuan, pengetahuan, sikap, motivasi, dan tekanan pada individu, maka efektifitas individu akan semakin baik. 

Kedua, efektifitas kelompok yaitu tergantung dari kohesivitas atau kepaduan, kepemimpinan, struktur, status, peran, dan norma yang ada pada kelompok kerja. Adapun kelompok memiliki empat ciri yaitu memiliki tujuan bersama, interaksi dalam kelompok memiliki pengaruh pada setiap anggotanya, selalu ada perbedaan tingkat karena adaya hirarki wewenang, dan memiliki norma dan nilai yang dibentuk bersama.

Ketiga, efektivitas organisasi yaitu tergantung dari lingkungan, teknologi, strategi, pilihan, struktur, proses dan budaya organisasi. Ketiga efektivitas di atas tidak akan terpenuhi jika hambatan dalam organisasi tidak terselesaikan. Hambatan individu karena adanya perbedaan contohnya perbedaan pola pikir dan kemampuan, hambatan mekanik karena adanya permasalahan dalam struktur organisasi contohnya ketidakpastian wewenang struktur organisasi, hambatan fisik karena kondisi lingkungan seperti jarak yang terlalu jauh sehingga komunikasi tidak terjalin baik, dan hambatan semantik karena kata yang muncul memiliki banyak arti yang menimbulkan interpretasi berbeda.

2. Etika Dalam Berorganisasi

a. Memiliki niat dan tujuan yang mulia

Sebuah organisasi pasti didirikan karena ada niat dan tujuan. Niat dan tujuan didirikan organisasi ini sangat menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam organisasi meskipun nantinya keberlangsungan organisasi akan bergantung pada etos individu dan kelompok dalam organisasi. Jikalau niat dan tujuannya mulia, maka dibentuknya organisasi akan lebih bermanfaat sesuai dengan niat dan tujuannya.Rasulullah Saw. bersabda:











“Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin Khatthab r.a. berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Semua amal perbuatan tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang diniatkan. Barangsiapa berhijrah karena Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya untuk Allah
dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa berhijrah karena dunia yang ia cari atau wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya untuk apa yang ia tuju.” (HR. Al- Bukhari & Muslim)

Sebagai contoh organisasi yang dibentuk dengan niat melayani kesehatan masyarakat umum dengan tujuan mengurangi jumlah korban yang terjangkit penyakit. Organisasi ini akan bertumpu pada konsentrasi pelayanan kesehatan masyarakat dan pelaksanaannya akan teratur.

b. Amanah
Seseorang dalam organisasi haruslah memiliki sikap amanah dalam mengemban tugas. Dengan adanya sikap amanah, pembagian tugas yang dilakukan oleh pembina organisasi menjadi lebih optimal. Sikap ini menimbulkan kepercayaan organisasi menjadi lebih tumbuh sehingga pemberi dan pelaksana
tugas akan lebih ulet dalam tindakan. Jika sikap amanah tidak dilakukan di dalam organisasi, maka berbagai penyelewengan akan terjadi sehingga timbul keraguan untuk mempercayakan sebuah tugas dalam organisasi. Kemudian organisasi akan mengalami penurunan dan menghilang dari permukaan. Oleh karenanya sikap amanah adalah sikap yang harus ada dalam organisasi. Rasulullas Saw. bersabda:



“Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah dan tidak ada agama bagi yang tidak memegang janji” (HR. Ahmad)

Sebagai contoh sikap amanah adalah sikap kelompok organisasi yang menjalankan perintah, tidak berusaha melalaikan perintah dari pembina organisasi dan menjaga hubungan koordinasi yang baik antara pembina dan kelompok organisasi.

c. Saling tolong-menolong

Dalam organisasi, pembagian tugas merupakan suatu unsur signifikan untuk mencapai tujuan dalam organisasi. Oleh karena itu sikap saling-tolong menolong merupakan sikap yang wajib dilakukan dalam organisasi.

Satu hal yang perlu digaris bawahi dalam sikap tolong-menolong adalah kesesuaian dengan pembagian tugas yang diberikan. Apabila tugas individu belum terselesaikan, tidak sepatutnya untuk mencampuradukkan tugas individu dengan tugas lainnya. Misalnya dalam pembuatan acara sekolah terdapat divisi dekorasi. Divisi dekorasi tidak patut untuk mencampuri tugas divisi lainnya sebelum divisinya terselesaikan. Divisi dekorasi hanya dapat memberikan masukan ketika rapat dilakukan atau sekedar mengingatkan divisi humas ketika ada ketidaksesuaian antara pelaksanaan di lapangan dengan putusan rapat yang telah disepakati. Apabila divisi dekorasi mencampuradukkan tugasnya, maka proses dan hasil terhadap jalannya acara tidak akan maksimal.

d. Berkomunikasi dengan baik

Untuk menjalankan organisasi yang baik, hubungan antar individu dan kelompok dalam organisasi pun juga harus baik. Hubungan baik dapat ditumbuhkan dan dijaga dengan komunikasi yang baik. Dalam Islam, ada lima prinsip dalam berkomunikasi yaitu 

1) Menggunakan kata-kata yang mulia dan penuh penghormatan terhadap sesama atau diam jika tidak mampu (Qaulan Karīman), 

2) Perkataan dikakukan dengan lemah lembut meskipun dengan lawan atau rival (Qaulan Layyinan), 

3) Isi perkataan berupa sesuatu yang benar dan jujur (Qaulan Sadīdan), 

4) Pantas diucapkan sesuai dengan situasi dan kondisi (Qaulan Balīghan), 5) Perkataan yang keluar mudah dimengerti oleh pendengar (Qaulan Ma’rūfan/Masyuran).


B. Pengertian dan Etika Profesi

1. Pengertian Profesi

Dalam KBBI, istilah profesi dimaknai dengan pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Menurut De George, profesi ialah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Dalam Islam, profesi ialah segala aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan di dalam mencapainya dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdiannya kepada Allah Swt. Profesi berbeda dengan profesional. Profesi ialah sesuatu yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus, dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan purna waktu, dilaksanakan sebagai sumber nafkah hidup, dan dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam. Sedangkan profesional ialah orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya, meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatan tersebut, hidup dari kegiatan tersebut, dan bangga akan pekerjaann tersebut.

Secara umum profesi ada beberapa ciri yang selalu melekat padanya, yaitu 

1) Adanya pengetahuan khusus.

 2) Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi.

3) Mengabdi pada kepentingan masyarakat. 

4) Ada izin khusus untuk menjalankan

suatu profesi. 

5) Kaum profesional biasannya menjadi anggota dari suatu profesi.

Dalam Islam, profesi apapun boleh dikerjakan baik yang bercorak fisik seperti tukang kayu, buruh tani dan pemindai besi atau pun profesi yang bercorak akal atau pikiran seperti staff ahli dalam pemerintahan dan juru teknologi di sekolah. Setiap profesi diperbolehkan dalam Islam kecuali profesi yang terkandung pelaksanaan larangan-larangan dalam Islam misalnya menjual minuman keras atau pun narkoba. Kita pun harus mengingat bahwa setiap profesi atau pun pekerjaan yang ditekuni akan dipertanggung jawabkan kepada Allah. Dia berfirman: Q.S 9:105

وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۚ  

Terjemah :

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”

Profesi atau pekerjaan bagi seorang Muslim adalah suatu upaya yang sungguh- sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, fikir dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik , atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dengan bekerja manusia itu
memanusiakan dirinya. Rasulullah Saw. bersabda:


“Dari Al-Miqdam r.a. dari Rasulullah Saw. bersabda: "Tidak ada seorang yang memakan satu makananpun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabiy Daud a.s. memakan makanan dari hasil usahanya sendiri".(HR. Bukhari)

Adapun tujuan dari berprofesi dalam Islam adalah untuk keridhaan Allah Swt, memenuhi kebutuhan hidup baik primer (dharuriyat), sekunder (tahsiniyat), atau pun tersier atau (hajiyat), memenuhi nafkah keluarga, untuk kepentingan amal sosial, kepentingan ibadah, menolak kemungkaran.


2. Etika Dalam Berprofesi

a. Memegang amanah dan mentaati perintah pimpinan

Dalam berprofesi, ada juga pembagian kerja dan hirarki wewenang seperti halnya organisasi. Beberapa orang atasan baik manajer atau kepala divisi merupakan pemegang wewenang yang tinggi dalam profesi. Mereka adalah memiliki wewenang untuk mengatur, mengawasi, dan menilai pelaksanaan kerja. Oleh karenanya, pemegang wewenang ini harus memiliki sikap amanah. Amanah dapat membawa pemegang wewenang menjadi seorang yang memiliki visi dan misi yang jelas, tegas dan nyata. Allah Swt. berfirman: Q.S 8:27

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَخُوْنُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ وَتَخُوْنُوْٓا اَمٰنٰتِكُمْ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Terjemah :

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul serta janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.

Sebagai seorang karyawan biasa, patuh pada perintah atasan merupakan sebuah keharusan dalam profesi. Tak bisa seorang karyawan mencela atasannya atau bahkan menyimpang dalam perintahnya. Jika seorang mencela atau pun menyimpang dari perintah atasannya, maka akan timbul kekacauan dalam profesi baik dari proses pelaksanaan profesi atau pun hasil dari profesi. Allah Swt. berfirman:

Q.S 4:59

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ  فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ 


Terjemah :

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat).

Ulil amri adalah penguasa. Dalam sebuah pekerjaan, manajer merupakan penguasa yang berwenang. Jika penguasa melakukan pekerjaan dengan baik dan tidak menzalimi orang lain, kita diharuskan untuk melakukan perintahnya. Apabila penguasa melakukan pekerjaan dengan zalim maka kita bisa menolak manajer kita dengan bersabar atau menasehatinya dengan cara langsung menemuinya atau melalui perantara Surah atau pun orang terdekat.

b. Etos kerja yang tinggi

Etos kerja adalah doktrin tentang kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai hal yang baik dan benar dan mewujud nyata secara khas dalam perilaku kerja mereka. singkatnya etos kerja adalah motivasi dan dorongan untuk bekerja. Apabila seseorang memiliki etos kerja yang tinggi, maka pelaksanaan kerja akan menjadi lebih maksimal. Selain itu, etos kerja ini menjadi alasan kuat mengapa seseorang melakukan pekerjaan. Toto menjelaskan bahwa etos kerja dalam Islam adalahCara pandang yang diyakini seorang Muslim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal shaleh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur. Toto memberikan rumusan bahwa kualitas hidup Islami dapat diperoleh dengan tauhid atau keyakinan, tujuan atau arah tujuan, motivasi atau dorongan, ide atau rasio, intuisi atau rasa, dan aksi atau aktualisasi amal saleh. Ada beberapa indikasi-indikasi orang atau kelompok memiliki etos kerja tinggi menurut Gunnar Myrdal yaitu, 

1) Efisien, 

2) Rajin, 

3) Teratur, 

4) Disiplin dan tepat waktu, 

5) Hemat, 

6) Jujur dan teliti, 

7) Rasional dalam mengambil

keputusan dan tindakan, 

8) Bersedia menerima perubahan atau bersikap dinamis,

9) Pandai memanfaatkan kesempatan, 

10) Energik atau penuh semangat, 

11) Ketulusan dan percaya diri,  

12) Mampu bekerja sama, dan 

13) Mempunyai visi yang nyata dan futuristik.


c. Prinsip yang kokoh dalam profesi 

Sebagai agama yang menekankan arti penting amal dan kerja, Islam mengajarkan bahwa kerja itu harus dilaksanakan berdasarkan beberapa prinsip berikut: 

1) Profesi atau pekerjaan itu dilakukan berdasarkan pengetahuan.

2) Profesi atau pekerjaan harus dilaksanakan berdasarkan keahlian atau profesional, tekun dan sungguh-sungguh.

3) Berorientasi kepada mutu dan hasil yang baik.

4) Profesi atau pekerjaan dilaksanakan dengan jujur amanah dan penuh tanggung jawab.

5) Profesi atau pekerjaan dilakukan dengan semangat dan etos kerja yang tinggi.

6) Pekerja ialah orang berhak mendapatkan imbalan atas apa yang telah ia kerjakan.

7) Profesi, kerja, atau amal adalah bentuk eksistensi manusia. Artinya manusia ada karena kerja, dan kerja itulah yang membuat atau mengisi keberadaan kemanusiaan.

8) Menghindari larangan-larangan dalam agama. Larangan dari sisi substansi pekerjaannya contohnya menjual minuman keras, menebarkan hoax, menyebarkan video asusila. Larangan sisi perihal yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti melanggar batasan antara laki-laki dengan perempuan, membuat fitnah dalam persaingan, dan melanggar batasan aurat dalam bekerja.

9) Profesi atau pekerjaan dilakukan dengan turut saling menjaga persaudaraan. Seperti Rasulullah Saw. bersabda,

 "Dan janganlah kalian menjual barang yang sudah dijual kepada saudara kalian" (HR. Muslim). Selain

menganjurkan untuk menjual sesuatu yang berbeda dari barang yang dijual oleh saudara kita, hadis ini juga menganjurkan untuk m emilih tempat yang berbeda apabila memiliki kesamaan dalam barang dagangan dengan saudara kita untuk menghindari rusaknya persaudaraan karena persaingan.

ALAT EVALUSI KLS 12

Powered by Blogger.

Blog Archive